Minggu, 16 Juni 2013

Laporan Pendahuluan Cerebral Palsy


LAPORAN PENDAHULUAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ANAK USIA 7 TAHUN (MASA SEKOLAH)
DENGAN CEREBRAL PALSY

A.    KONSEP DASAR
1.      Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukura berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
a.       Parameter Umum
1)      Tinggi Badan
·         Rata-rata bertambah tinggi 5 cm per tahun
·         Rata-rata tinggi anak usia 6 tahun : 112,5 cm
·         Rata-rata tinggi anak usia 12 tahun : 147,5 cm
Berat Badan
·         Rata-rata berat badan bertambah 2-3 kg pertahun
·         Rata-rata berat anak usia 6 tahun : 21 kg
·         Rata-rata berat anak usia 12 tahun : 40 kg
a)      Masa pra remaja (10-13 thn) : mengalami pertumbuhan yang cepat
b)      System imun tubuh bekerja lebih efisien, memungkinkan lokalisasi infeksi dan respons antigen-antibodi yang lebih baik.
b.      Nutrisi
1)      Kebutuhan nutrisi : 2400 kalori/hari
a)      Menetapkan kebutuhan terhadap diet seimbang yang sesuai dengan sumber kebutuhan pertumbuhan
b)      -    Memilih dan mencoba-coba makanan yang baru
-          Di rumah anak harus makan apa saja yang keluarga makan. Pola makanan anak dapat mencerminkan budaya keluarga
-          Banyak anak usia ini tidak menyukai sayuran
-          Anggota keluarga mempunyai peranan penting dalam memepengaruhi pilihan anak terhadap makanan
c)      Kelebihan berat badan dan obesitas. Lebih dari 90% anak-anak yang obesitas mengalami kelebihan berat badan akibat makan berlebihan dan kurangnya aktivitas
a.       Pola Tidur
1)      Kebutuhan tidur bervariasi : 8-9,5 jam tiap malam
2)      Waktu tidur anaka dapat lebih larut daripada periode usia pra sekolah
3)      Membaca sebelum tidur dapat memudahkan tidur dan membentuk pola tidur yang positif
4)      Anak-anak mungkin tidak menyadari rasa letih
b.      Kesehatan Gigi
1)      Mulai sekitar usia 6 tahun : gigi permanen tumbuh dan anak secara bertahp kehilangan gigi desidua
2)      Kunjungan ke dokter gigi harus teratur
3)      Anak harus menyikat giginya setelah makan
4)      Orang tua harus melakukan floosing (kebersihan sela-sela gigi sampai anak usia 8-9 tahun)
5)      Karies dan penyakit lainnya mulai jelas pada kelompok ini
c.       Eliminasi
1)      Usia 6 tahun : 85% anak memiliki kendali penuh terhadap kandung kemih dan defekasi
2)      Pengeluaran defekasi : rata-rata 1-2x/hari
3)      Pembuangan urine 6-8x/hari. Volume urine : 500-1000 ml/hari
4)      Masalah : enuresis noktural (mengompol) dan enkopresis (kebocoran feses persisten)



2.      Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan system organ berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
a.      Perkembangan Motorik
1)         Motorik Kasar
Biasanya anak bermain sepatu roda, berenang, kemampuan berlari dan melompat meningkat secara progresif
2)         Motorik Halus
Anak mampu menulis tanpa merangkai huruf misalnya. Hanya menulis salah satu huruf saja. Pada usia ini anak masih sukar terhadap kecelakaan, terutama karena peningkatan kemampuan motorik orang tua harus terus memberikan bimbingan pada anak dalam situasi yang baru dan mengancam keamanan.
b.      Perkembangan Psikososial (Erikson)
Proses perkembangan psikososial tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya.
Perkembangan psikososial :
1)        Trust vs. missstrust ( 0 – 1 tahun)
Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan mistrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.

2)        Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun)
Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu – ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.
3)        Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun)
Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembnagkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melalukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka ia kan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri. Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.
4)        Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)
Anak mulai dihadapkan pada harapan – harapan kelompoknya dan dorongan yang makin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berfikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jiak ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya
5)        Intimacy vs Isolation ( dewasa awal )
Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.
6)        Generativy vs self absorbtion (dewasa tengah)
Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap – tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.
7)        Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)
Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

c.       Perkembangan Psikoseksual (Freud)
1)        Fase oral (0 – 1 tahun)
Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan tangannya atau benda – benda sekitarnya.
2)        Fase anal (2 – 3 tahun)
Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab
3)        Fase Urogenital atau faliks (usia 3 – 4 tahun)
Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral bila menghadapi persoalan. Kedekatan ank laki – laki pada ibunya menimbulkan gairah sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.
4)        fase latent (4 – 5 tahun sampai masa pubertas )
Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak – nak mencari teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis kelaminnya dari orang dewasa
5)        Fase Genitalia
Alat reproduksi sudah muali matang, heteroseksual dan mulai menjalin hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin.

d.      Perkembangan Kognitif (Piaget)
Meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak.
1)        Tahap sensori – motor ( 0 – 2 tahun)
Prilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat simbolis (berfikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan berfikir.
2)        Tahap pra operasional ( 2 – 7 tahun)
§  Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun)
anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu : transduktif ; anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur) atau karena ciri – ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah – ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula – mula ia mengelompokan truk, sedan dan bus sendiri – sendiri, tapi kemudia mengelompokan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar – kecilnya
§  Tahap intuitif ( 4 – 7 tahun)
Pola fikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian bagian terentu dari objek dan semata –mata didasarkan atas penampakan objek
3)        Tahap operasional konkrit ( 7 – 12 tahun)
Konversi menunjukan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti : tinggi, besar, kecil, warna, bentuk dst.
4)        Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun)
Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek – objek yang ia fikirkan. Pola fikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.

e.       Perkembangan Moral
1)        Pra-konvensional
Mulanya ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap prilaku anak. Penilaian terhadap prilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh prilaku. Dalam tahap selanjutnya anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan – harapan lingkungan untuk memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau benda.
2)        Konvensional
Anak terpaksa menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak manis
3)        Purna konvensional
Anak mulai mengambil keputusan baik dan buruk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.

f.      Perkembangan emosi (hurolck)
Menurut Hurlock, masa bayi mempunyai emosi yang berupa kegairahan umum, sebelum bayi bicara ia sudah mengembangkan emosi heran, malu, gembira, marah dan takut. Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu dapat mengerti rangsangan yang diterimanya. Otak yang matang dan pengalaman belajar memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan emosi,  selanjutnya perkembngan emosi dipengaruhi oleh harapan orang tua dan lingkungan. menangkap bahwa lingkungannya akan memenuhinya segera.
Kemampuan intelektual lain yang ia capai pada usia 1 tahun adalah bahwa ia dapat mengantisipasi kegiatan rutin dari lingkungannya. Misalnya bunyi-bunyi yang ia tangkap sewaktu menyiapkan makanannya. Berarti dengan bunyi ini sebentar lagi ia akan diberi makan, ia akan dengan sabar dan tidak menangis.
selain faktor keturunan, lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan intelegensia. Perkembangan intelektual tidak dapat berkembang sebelum pola pikir terbentuk, stimuli sensoris dan motoris diperlukan sebelum untuk memberikan “pengetahuan”. Pengetahuan ini didapat dari pengalaman bergerak, meraba, suara, penglihatan dan rasa. Dari hal-hal ini berkembang imajinasi. Imajinasi ini tidak akan terjadi apabila anak tidak dikenalkan dengan semua hal baru, memperhatikan benda nyata. Lebih lanjut Pulaski menjelaskan teorinya dengan membagi tahapan perkembangan intelektual menjadi :
a.      Tahap I : Sensorimotorik (lahir – 2 tahun)
Pada tahap ini anak menggunakan sistem penginderaan, sistem motorik dan benda-benda untuk mengenal lingkungannya. Bayi tidak hanya menerima rangsangan berupa pasif tetapi juga memberi jawaban terhadap rangsangan . tersebut. Jawaban ini berupa refleks-refleks. Refleks ini diperlukan unutk mempertahankan hidupnya. Misalnya refleks untuk makan, bersin. Dengan refleks dalam bentuk gerak motorik memungkinkan bayi untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.
b.      Tahap II : Pre Operasional ( 2 – 7 tahun)
Perubahan fungsi kognitif pada tahap ini adalah dari sensori motorik menjadi pre operasional. Pada pre operasional anak mampu menggunakan simbol-simbol, yaitu menggunakan kata-kata, mengingat masa lalu, sekarang dan yang akan terjadi segera. Tingkah laku anak berubah menjadi egosentrik.
c.       Tahap III : Konkrit Operasional (7 -11 tahun)
Pada tahap ini anak telah dapat berpikir secara logis dan terarah, mengelompokkan fakta-fakta serta anak telah mampu berpikir dari sudut pandang orang lain. Ia dapat berpikir secara abstarak, dan mengatasi persoalan secara nyata dan sistematis. Contoh : anak dapat menghitung walaupun susunan benda diubah serta mengatahui jumlahnya tetap sama.
d.      Tahap IV : Format Operation (11 – dewasa)
Masa dimana anak mengembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bias mamikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi. Perkembangan lain pada masa remaja ialah kemampuan untuk berpikir sistematis dan memecahkan suatu persoalan.
intelektual juga dapat diukur dengan kemampuan anak menggunakan kata-kata. Interaksi orang tua, anak dan dengan lingkungannya akan menentukan perkembangan bahasa anaka. Dengan kata lain apabila interaksi ini maksimal akan menyebabkan anak dapat bicara lebih cepat sedangkan apabila interaksi kurang maka akan memakan waktu untuk mulai bicara.
Perkembangan Emosi dan Sosial Kepribadian seorang anak merupakan integrasi perasaan dan sikap yang dicerminkan dalam tingkah laku. Seorang dewasa dikatakan mempunyai kepribadian yang sehat apabila ia mampu untuk memberi kasih sayang, mencapai sesuatu yang ia inginkan dan menjadi interdependent pada fungsinya. Hal ini dicapai melalui proses dalam kehidupan. Sejak ia lahir, masing-masing tingkat usia mempunyai tugas yang mesti ia selesaikan sebelum ia melangkah ke tugas pada tingkat usia berikutnya.

B.     CEREBRAL PALSY
A.    Konsep Dasar
1.      Definisi
Cerebral Palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia, basal, cereblum dan kelainan mental.
2.      Etiologi
a.       Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit iklusi sitomegalik. Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoxia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan “cerebral palsy”
b.      Perinatal
1.      Anoksia / hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury. Kelainan inilah yang menyebabkan anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan persentase bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelviks, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan sectio caesar.
2.      Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS, sehingga mengakibatkan hidrocefalus. Perdarahan di subdural dapat menekan korteks serebri, sehingga timbul kelumpuhan spastis.
3.      Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
4.      Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
5.      Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa “cerebral palsy”
c.       Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan „cerebral palsy‟. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis ensefalitis dan luka parut.

3.      Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis dari Serebral palsy bermacam-macam, tergantung pada lokasi yang terkena apakah kelainan terjadi secara luas terjadi di korteks dan batang otak, atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Kelainan kromosom atau pengaruh zat-zat teratogen yang terjadi pada 8 minggu pertama kehamilan, dapat berpengaruh pada proses embriogenesis sehingga dapat mengakibatkan kelainan yang berat. Pengaruh zat-zat teratogen setelah trimester I akan mempengaruhi maturasi otak. Kejadian hipoksik-iskemik dapat mengakibatkan kelainan mikroanatomi sekunder akibat dari gangguan migrasi “neural crest”. Komplikasi perinatal tipe hipoksik atau iskemik, dapat mengakibatkan iskemik atau infark otak. Bayi premature sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ini. Penyebab postnatal seperti infeksi, meningoensefalitis, trauma kepala, racun-racun yang berasal dari lingkungan seperti CO atau logam berat dapat juga mengakibatkan terjadinya serebral palsy.

4.      Patofisiologi
Adanya malforasi hambatan pada vaskuler
Atrofi
Hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergryiri
Berat otak rendah


 


Cacat nonprogresif atau                                              Diakibatkan oleh suatu
Luka-luka pada anak-anak                                                      dasar kelainan
                                                                                             
Kekacauan pergerakan dan                             Struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal atau luka-luka/kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi
                                                                                                                   
Cerebral Palsy





5.      Klasifikasi
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional, serebral palsy dibagi menjadi :
1)         Golongan Ringan
Penderita masih dapat melakukan pekerjaan/aktivitas sehari-hari, sehingga sama sekali atau hanya sedkit membutuhkan bantuan.
2)         Golongan Sedang
Aktivitas yang sangat terbatas sekali. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan/pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, bergerak atau berbicara sehingga dapat bergaul ditengah masyarakat dengan baik.
3)         Golongan Berat
Penderita sama sekali tidak melakukan aktivitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pendidikan/latihan khusus sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung pada tempat perawatan yang khusus. Lebih-lebih apabila disertai dengan retardasi mental atau yang diperkirakan akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluaarga maupun lingkungannnya.

6.      Pemeriksaan Khusus
a)      Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis “cerebral palsy‟ ditegakkan
b)      Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada „cerebral palsy‟, CSS normal.
c)      Pemeriksaan EGG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
d)     Foto rontgen kepala
e)      Penilaian psikologis perlu kerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
f)       Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.

7.      Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya, tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin.  Sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan atau dengan sedikit bantuan.
Dalam menangani anak dengan serebral palsy, harus memperhatikan berbagai aspek dan diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah ortopedi, bedah saraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja social, guru sekolah luar biasa.
Secara garis besar penatalaksanaan anak dengan serebral palsy adalah sebagai berikut :
1)      Aspek Medis
a.       Aspek medis umum :
·         Gizi : Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita serbral palsy. Karena, sering terjadi kalainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.
·         Hal-hal lain yang sewajarnya perlu dilaksanakan, seperti imunisasi, perawatan kesehatan, dan lain-lain. Konstipasi sering terjadi, Dekubitus sering terjadi pada anak-anak yang tidak sering berpindah-pindah posisi.
b.      Terapi dengan obat-obatan
Dapat diberikan obat-obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat-obatan untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia, psikotropik, dan lain-lain.
c.       Terapi malalui pembedahan ortopedi
Banyak hal yang dapat dibantu dengan tindakan ortopedi, misalnya tendon yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu mengganggu dan lain-lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan dari tindakan bedah adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.
d.      Fisioterapi
·         Teknik tradisional
Latihan luas gerak sendi, “stretching”, latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah, latihan jalan.
·         “Motor function training” dengan menggunakan system khusus, yang umumnya dikelompokkan sebagai “neuromuscular facilitation exercises”. Dimana digunakan pengetahuan neurofisiologi dan neuropatologi dari reflex didalam latihan, untuk mencapai suatu postur dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihan ini berdasarkan prinsip bahwa dengan beberapa bentuk stimulasi akan ditimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang kemudian bila ini dilakukanberulang-ulang akan terintegrasi ke dalam pola gerak motorik yang bersagkutan.
e.       Terapi okupasi
Terutama untuk latihan melakukan aktivitas sehari-hari, evaluasi penggunaan alat-alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas “bimanual”. Latihan “bimanual” ini  dimaksudkan agar menghasilkan pola domain pada salah satu sisi hemisfer otak.
f.       Ortotik
Dengan menggunakan “brace” dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod, walker, kursi roda, dan lain-lain. Masih ada pro dan kontra untuk program “bracing” ini. Secara umum program “bracing” ini bertujuan :
·         Untuk stabilitas, terutama “bracing” untuk tungaki dan tubuh
·         Mencegah kontraktur
·         Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi
·         Agar tangan lebih berfungsi

g.      Terapi wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara 30% - 70%. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, distrimia, disartia, disfasia, dan bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh ahli terapi wicara.
2)      Aspek Non Medis
a.       Pendidikan
Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental, maka pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (Sekolah Luar Biasa)
b.      Pekerjaan
Tujuan yang ideal dari suatu usaha rehabilitasi adalah agar penderita dapat bekerja secara produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya. Mengingat kecacatannya, seringkali tujuan tersebut sulit dicapai. Tetapi meskipun dari segi ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan, agar dapat menimbulkan harga diri bagi penderita yang bersangkutan
c.       Problem social
Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk membantu menyelesaikannya.
d.      Lain-lain
Hal-hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini
8.      Komplikasi
1)      Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
2)      Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena  kelumpuhan hemiplegia.
3)      Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
4)      Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.         
5)      Gangguan mental. Anak CP tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar

C.    Konsep Asuhan keperawatan
                         I. Pengkajian
a.      Pengumpulan data
1)         Kaji riwayat kehamilan ibu
2)         Kaji riwayat persalinan
3)         Identifikasi anak yang mempunyai resiko
4)         Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
5)         Monitor respon bermain anak
6)         Kaji fungsi intelektual
7)         Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
8)         Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
9)         Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
10)     Badan gemetar
11)     Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
12)     Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
13)     Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
14)     Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.

b.      Diagnosa yang Mungkin Muncul
1)         Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kecacatan multifaset
2)         Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan strabismus
3)         Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
4)         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
5)         Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
6)         Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
7)         Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
8)         Gangguan persepsi sensori.
9)         Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
10)     Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.

c.       Intervensi Keperawatan
1)      Diagnosa keperawatan : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kecacatan multifaset
-           Tujuan: Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
-           Kriteria Hasil : Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan  sesuai dengan tahapan usia

No.
Intervensi
Rasional
1.
Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan (Asuh)
Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
2.
Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak (Asah)
Agar perkembangan klien tetap optimal
3.
Memberikan kasih sayang (Asih)
Memenuhi kebutuhan psikososial

2)      Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan strabismus
-          Tujuan :                   
1.      Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2.      Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhdap perubahan
3.      Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
-          Kriteria Hasil :
1.      Peningkatan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2.      Klien memahami dengan gangguan sensori yang dialami dan dapat beradaptasi
3.      Bahaya disekitar klien terminimalisir
No.
Intervensi
Rasional
1.
Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau kedua mata terlibat
Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan lambat dan progresif
2.
Orientasikan klien terhadap lingkungan, staff, dan orang lain disekitarnya
Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas dan disorientasi pasca operasi
3.
Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar pulih
Mengurangi resiko bingung/jatuh karena gangguan persepsi
4.
Letakkan barang yang dibutuhkan
Memungkinkan klien melihat objek lebih mudah

3)      Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
-          Tujuan :
1.      Klien mudah untuk bernafas
2.      Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.
3.      Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.
4.      Tidak terjadi dispnea.
5.      Kapasitas vital normal.
6.      Respirasi rate normal.
7.      Anak tidak mengalami aspirasi.

No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji pola pernafasan
Untuk mengetahui respirasi klien dalam batas normal
2.
Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi kurang lebih 30 derajat
Posisi yang nyaman dapat membuat klien tenang
3.
Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka
Dengan memebrikan bantal dapat membantu jalan nafas efektif
4.
Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
Dengan memberikan istirahat yang sesuai dengan kebutuhan tidur klien dapat terpenuhi
5.
Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum
Posisi yang nyaman dapat membuat klien tenang

4)      Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis
-          Tujuan :
1.      Terpenuhinya Intake nutrisi
2.      Terpenuhinya energy
3.      Berat Badan naik
No.
Intervensi
Rasional
1.
Monitor status nutrisi klien
Memantau  nutrisi klien agar lebih baik
2.
Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
Mengobservasi nutrisi dan kalori klien
3.
Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
Dengan mengobservasi adanya muntah dan anoreksia dapat mencatat keadaan klien
4.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
Dengan menentukan kebutuhan nutrisi dan kalori yang diperlukan klien, diharapkan BB klien dapat naik

5)      Diagnosa Keperawatan : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak
-          Tujuan :
1.      Menunjukkan kapasitas adaptif  intracranial
2.      Menunjukkan status neurologis
No.
Intervensi
Rasional
1.
Pengelolaan edema serebral
Memantau apakah terjadi edema serebral
2.
Peningkatan perfusi serebral
Peningkatan perfusi serebral dapat mempengaruhi kepada kondisi klien
3.
Memantau tekanan intracranial
Dengan memantau tekanan intracranial dapat meminimalisir kondisi klien menjadi buruk

6)      Diagnosa Keperawatan : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang
-          Tujuan : Anak selalu aman dan terbebas dari injury
No.
Intervensi
Rasional
1.
Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh
Mengurangi resiko injury yang dapat terjadi pada klien
2.
Perhatikan anak-anak saat beraktifitas
Perhatikan aktivitas anak-anak yang dapat menimbulkan resiko injury
3.
Beri istirahat bila anak lelah.
Istirahat dapat membantu anak menjadi lebih fresh
4.
Gunakan alat pengaman bila diperlukan
Alat pengaman digunakan agar dapat mengurangi resiko injury
5.
Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
Apabila terjadi kejang, alat pengaman yang diletakkan dimulut agar lidah tidak tergigit dan mengurangi resiko injury
6.
Pemberian obat anti kejang bila terjadi kejang.
Pemberian obat anti kejang dapat membantu mengurangi anak kejang

7)      Diagnosa Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi
-          Tujuan :
Anak akan mengespresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan Berat Badan dalam batas normal
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji respon dalam berkomunikasi
Respon dalam berkomunikasi menunjukkan keadaan klien dalam berinteraksi
2.
Ajarkan dan kaji makna non verbal
Bahasa non verbal dapat membantu dalam berkomunikasi klien
3.
Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
Melatih pergerakkan bibir, mulut dan lidah agar artikulasi klien jelas
4.
Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi
Pujian yang positif dapat membantu klien untuk lebih termotivasi
5.
Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi
Alat bantu sepeti kartu/gambar-gambar/papan tulis agar komunikasi lebih terbantu
6.
Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi
Dengan memberikan sikap yang rileks dapat membantu klien menjadi lebih nyaman dan tenang

8)      Diagnosa Keperawatan : gangguan persepsi sensori
-          Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan
No.
Intervensi
Rasional
1.
Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak
Dengan memantau dan mendokumentasikan perubahan status neurologis dapat membantu proses perawatan
2.
Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya
Mengobservasi factor yang berpengaruh terhadap gangguan yang dapat memperburuk kondisi klien
3.
Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin
Memperkenalkan benda-benda yang bersifat tajam/tumpu, panas/dingin
4.
Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
Stimulus yang diberikan diberikan dapat membuat kondisi klien menjadi lebih baik

9)      Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot
-          Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami kontraktur
No.
Intervensi
Rasional
1.
Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek
Dengan mengajarkan anak menggunakan kata-kata pendek meningkatkan kemampuan anak dalam berbicara
2.
Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas
Latihan dapat meningkatkan kemampuan otot-otot
3.
. Kaji per  Gerakan sendi-sendi dan tonus otot
Melatih gerakan sendi-sendi dan tonus otot
4.
Lakukan Terapi fisik Untuk menggerakkan anggota tubuh
Terapi fisik dapat membantu kemampuan anak
6.
Berikan periode istirahat.
Dengan memberikan periode istirahat dapat membuat kondisi klien menjadi lebih baik

10)   Diagnosa Keperawatan : gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bicara
-          Tujuan : Anak tidak akan merasa rendah diri ketika berkomunikasi
No.
Intervensi
Rasional
1.
Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek
Dengan mengajarkan klien berkomunikasi menggunakan kata-kata yang pendek dapat membantu klien dalam berbicara
2.
Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.
Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat membantu meningkatkan kondisi klien menjadi lebih baik
3.
Kaji Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi
Dengan fisioterapi dapat membantu klien dalam meningkatkan kemampuan berbicara


D.    Denver Development Stress Test (DDST)
DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukkkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “follow up” selanjutnya ternyta  89% dari kelompok DDST abnormal mengalami kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian.
Tetapi dari penelitian Borowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak dapat mengidentifikasikan lebih separoh anak dengan kelainan bicara. Frankerburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali DDST dan juga tugas perkembangan pada sektor bahassa ditambah, yang kemudian hasil revisi dari DDST tersebut dinamakan Denver II.
a.        Aspek perkembangan yang dinilai
Semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yag meliputi :
1)      Personal Social ( perilaku sosial )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2)       Fine Motor Adaptive ( gerakan motorik halus )
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3)      Language ( bahasa )
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah ddan berbicara spontan.
4)      Gross Motor ( gerakan motorik kasar )
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Setiap tugas ( kemampuan ) digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horisontal yang berurutan menurut umur, dalam lembar DDST. Pada umumnya pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa pada setiap kali skrining hanya berkisar antara 25-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama hanya sekitar 15-20 menit saja.
b.   Alat yang digunakan
1)      Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-kuning, hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil,kertas dan pensil.
2)      Lembar formulir DDST.
3)      Buku petunjuk sebagai refensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya.
c.   Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu :
Tahap I  : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia :
§  3-6 bulan
§  9-12 bulan
§  18-24 bulan
§  3 tahun
§  4 tahun
§  5 tahun

Tahap II  : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap I. Kemudian dilanjutkan pad eveluasi diagnostik yang lengkap.
d.   Penilaian
Dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan penilaian apakah lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas (No.Opportunity = N.O). Kemudian digaris berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, elanjutnya berdassarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam : Normal, Abnormal, Meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites ( Untestable ).

Abnormal
§  Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih.
§  Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan PLUS 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan apad 1 sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
Meragukan
§  Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
§  Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis verikal usia.
Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan.
Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut diatas.
Dalam pelaksanaan skrining degan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk 1 bulan dan 12 bulan untuk 1 tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah dan sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan keatas.
§  Perhitungan umur adalah sebagai berikut ;
Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 Mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan pada tanggal 5 Oktober 1994, maka perhitungannya sebagai berikut ;
1994 – 10 – 5 ( saat tes dilakukan )
1992 – 5 – 23 ( tangga lahir Budi )
Umur Budi 2 – 4 – 12 = 2 tahun 4 bukan 12 hari, karena 12 hari lebih kecil dari 15 hari, maka dibulatkan kebawah, sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan.
Kemudian garis umur ditarik vertikal pada formulir DDST yang memotong kotak-kotak tugas perkembangan pada ke-4 sektor. Tugas-tugasyang terletak di sebelah kiri garis itu, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anak-anak seusia Budi(2 tahun 4 bulan). Apabila Budi gagal mengerjakan beberapa tugas-tugas tersebut.(F), maka berarti suatu keterlambatan poda tugas tersebut. Bila tugas-tugas yang gagal dikerjakan berada pada kotak yang terpotong oleh garis vertikal umur, maka ini bukanlah suatu keterlambatan, karena pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat perkembangan lagi. Begitu pula pada kotak-kotak sebelah kanan garis umur.
Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya, sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan doites sesuai petunujuk dibaliknya formulir.
Agar lebih cepat dalamelaksanakan skrining, maka dapat digunakan thp praskrining dengan menggunakan :
§  DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas 8 hingga seluruhnya ada 12 tugas ) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan DDST lengkap. Dari penelitian Frankenburg didapatkan 25% anak pada pemeriksaan DDST Short Form ternyata memerlukan pemeriksaan DDST lengkap.
§  PDQ ( Pra-Screening Development Questionnaire )
Bentuk kuesioner ini digunakan orang tua yang berpendidikan SLTA keatas. Dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada kuesioner yang sesuai dengan umur anak. Kemungkinan dinilai berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan, dan pada kasus yang dicurigai dilakukan tes DDST lengkap.






E.     Stimulasi
1.   Motorik halus
1)      Letakan kancing di depan anak, berikan contoh cara mengambil kancing dengan ibu jari dan telunjuk, usahakan agar anak fokus, setelah itu suruh anak untuk mempraktekanya, jika tidak mau, sentuhkan kancing ke tangan si anak agar anak terangsang untuk mengambil kancing. Jika tetap tidak mau pegang tangan si anak dan sentuhkan tangan si anak dan ambil kancing menggunakan tangan si anak
2.   Sosialisasi
1)      Pemeriksa berdiri di hadapkan muka si anak lalu berikan senyuman kepada si anak, apabila tidak membalas senyum panggil – pamggil namanya sambil terus terenyum, sambil berkata ke pada si anak untuk tersenyum



DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.  2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas
kedokteran universitas Indonesia
Markum, A.H. 1991. Buku Ajar Anak. Jilid I, Jakarta : Fakultas Kedokteran  Universitas
Indonesia.
Soetjiningsih. 1998  Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.

Yayasan Surya Kanti, 2003, Dteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Bandung


1 komentar:

Rai Vinsmoke mengatakan...

ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^